KEBIJAKAN
PEMERINTAH TAHUN 1966 - 1969
Rencana
: pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969.
Rencana
pembangunan ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960”
untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor
yang menghambat/ kelemahannya antara lain :
1)Rencana
ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim.
2)Defisit
anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
3)Kondisi
ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah
terkucilkan karena sikapnya yang
konfrontatif. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat
rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi”
(Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi
Harian Kompas, 1982).
Beberapa
kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1)Dengan
Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank
Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan,
termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)Pada
tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya
Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan
berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3)Pokok
perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian
ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di
tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam
mengelola moneter. (Suroso, 1994).
MASA
STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)
Masalah
yang dihadapi
Menanggapi
masalah ekonomi yang kin dengan tajam disoroti oleh MPRS, maka Prof.
Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan wartawan Kompas
menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah
penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang
selama beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak
oleh landasan-landasan ideal yang lain. Demikian pula realisasi
Pancasila dalam bidang ekonomi sering dilupakan. Misalnya sila
Kedaulatan Rakyat tercermin dalam pasal 23 yang mengatur anggaran
belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi
Harian Kompas, 1982).
Periode
ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai
dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu :
a)Meningkatnya
inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
b)Turunnya
produksi nasional di semua sector
c)Adanya
dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini muncul dari
struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy Menteri bank
Sentral dan Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan Modal Swasta
berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso, 1994).
Rencana
dan Kebijaksanaan Ekonomi
Ketetapan
MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang : Pembaharuan kebijaksanaan
landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966,
antara lain menetapkan :
(1)Program
stabilisasi dan rehabilitasi : 1966 – 1968 (jangka pendek)
§Skala
Prioritasnya
a)Pengendalian
inflasi
b)Pencukupan
kebutuhan pangan
c)Rehabilitasi
prasarana ekonomi
d)Peningkatan
kegiatan ekspor
e)Pencukupan
kebutuhan sandang
Komponen
Rencananya
a)Rencana
fisik dengan sasaran utama :
1.Pemulihan
dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan sandang)
2.Pemulihan
dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang bidang-bidang
tersebut.
b)Rencana
Moneter dengan sasaran utama :
1.Terjaminnya
pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan rencana fisik
2.Pengendalian
inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai dengan daya
beli rakyat.
Tindakan
dan Kebijaksanaan Pemerintah
a)Tindakan
pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas
demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran
defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
b)Serangkaian
kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967 antara lain :
1.Kebijaksanaan
kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah, suku bunga)
2.Menseimbangkan/
menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965), 127,3% (1966), 3,1%
(1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3.Mengesahkan
/ memberlakukan undang – undang :
a)UU
Pokok Perbankan No.14/ 1967
b)UU
Perkoperasian No. 12/ 1967
c)UU
Bank Sentral No. 13/ 1968
d)UU
PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968
e)Membuka
Bursa Valas di Jakarta 1967
2.Pembangunan
Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan Jangka Panjang Tahap I
(PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
A.PELITA
I 69 / 70 = 73 / 74
Periode
Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970,
mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan
Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap
Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
Titik
berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor
pertanian.
B.
PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya
mengenai Perkreditan.
-mendorong
para eksportirØ kecil dan menengah,
-mendorong
kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit
Investasi Kecil (KIK).
Kebijaksanaan
Fiskal,
-Penghapusan
pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor
di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam
negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri. Kebijaksanaan 15
November 1978,
-Menaikkan
hasil produksi nasional,
-menaikkan
daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang
besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan
produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia
pada tahun 1979.
Titik
berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah
bahan mentah menjadi bahan baku.
C.
PELITA III 79/80 – 83/84
-
Paket Januari 1982
Tatacara
pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan
dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta
kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.
-
Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan
eksportir maupun importer uar negeri untuk membeli barang-barang
Indonesia dalam jumlah yang sama.
-
Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni
Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp
625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat
sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor
menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk
mendapatkannya.
Titik
berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan
industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi
D.
PELITA IV 84/85 – 88/89
-
Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh
keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
-
Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan
tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di
bidang penanaman modal.
-
Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di
pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket
Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang
perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan
Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku,
proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
-
Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan
efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam
rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24
Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
-
Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk
menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya
pembangunan.
-
Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan
deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan
Laut.
-
Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan
keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan
aktivitas yang lebih produktif.
Titik
berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan
industri penghasil mesin-mesin.
E.
PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor
pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan
sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian,
penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga
kerja.
PELITA
V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya.
(Suroso, 1994). • Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada
pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses
tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.
-
Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan
kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan
perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk
memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama
kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer
pada sektor riil.
Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan
harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan
persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan
moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas
pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum,
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu
1.
Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
Kebijakan
Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut
juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijaksanaan
Fiskal
Kebijakan
fiskal merujuk
pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)
pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan
moneter,
yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol
tingkat bunga dan jumlah uang
yang
beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan
pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran
pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut: